Imlek Pertama

Imlek Pertama


Tulisan ini dibuat pada malam Imlek tahun 2024 dimana ini adalah kali pertama saya memberikan perhatian pada momen yang akan saya ikuti mulai besok pagi, dan yang mana saat ini seharusnya saya sudah bersiap untuk tidur. 

Kenapa saya menaruh perhatian pada perayaan tahunan yang sebelumnya tidak pernah saya lirik ini dan kenapa pula saya harus terlibat ? 

Pada akhir tahun 2020, saya menikah dengan seorang keturunan Tionghoa yang masih murni tanpa campuran. Yang seharusnya mungkin saya sudah mengikuti acara Imlek di awal tahun 2021. 

Tapi mengingat ada berbagai alasan terkait pandemi kala itu, maka tidak ada ketertarikan untuk saya melirik acara tahunan yang justru menjadi awal petaka pandemi di China tersebut. Dan hingga pada akhirnya kali ini awal tahun 2024, saya mau tidak mau harus terlibat dalam acara tradisional yang bukan dari bangsa saya tersebut. 

Sejujurnya, saya sama sekali tidak tradisional dan sudah pernah saya bahas pada tulisan saya di blog ini dan mungkin bisa dibilang cenderung tidak menghormati tradisi. 

Tapi, semenjak 2022, Istri saya sudah mengikuti acara tahunan yang biasa saya jalani juga yakni lebaran yang memang sudah lama sudah ingin sekali saya tinggalkan, namun masih tidak bisa terkait dengan budaya dan lingkungan. Jadi demi keadilan bersama, maka kali ini saya yang mencoba mengikuti tradisi istri saya. 

Sebetulnya saya sama sekali tidak ada kepentingan untuk menulis ini, hanya saja ingin membagikan apa yang mungkin sedikit saya pikirkan sembari mengisi kekosongan suasa malam yang cukup hening kali ini. 


Mulai dari Apa itu Imlek ? 

Dari data yang saya temukan, Imlek merupakan kata “Penanggalan” atau kalender bulan yang selama ini memang digunakan oleh bangsa Tionghoa sebagai perhitungan tahun yang selalu dikaitkan dengan penamaan binatang berbeda setiap tahunnya dengan unsur-unsur yang berbeda pula. Untuk tahun 2024 ini sendiri masuk kedalam tahun Naga Kayu. ya tentu saja saya tidak mengerti dan tidak ingin menyelidiki apa keterkaitan penanggalan tahun dengan Naga. Anggapan saya cuma satu, tidak nyambung. 

Perayaan Imlek sendiri sangat beragam di berbagai belahan bumi yang merayakan yang semuanya masih erat kaitannya dengan keturunan Tionghoa, karena memang hanya bangsa Tionghoa yang memiliki tradisi ini. Ragam tersebut bukan hanya dari nama festivalnya, melainkan pemaknaan yang mereka yakini masing-masing. Tapi secara sederhana, garis besarnya adalah mengawali tahun dengan penuh harapan baru layaknya yang masyarakat global lakukan di malam tahun baru. 

Ya karena pada dasarnya sama toh, tahun baru. 

Tradisi

Kembali ke asal muasal dari awal perayaan ini muncul yang tentu saja muncul dari daratan China yang saat ini sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia yang merupakan keturunannya seperti misal Korea dan daratan Asia tenggara. Dan seiring bertumbuhnya peradaban dan kebudayaan setempat yang tentu saja dipengaruhi lingkungan dan faktor lain, menghasilkan cara dan pemaknaan yang berbeda dalam merayakan acara tahun baru ini. 

Seperti misalnya di China sendiri, perayaan tahun ini berlangsung selama 8 hari yakni pertanggal 10 hingga 17 Februari. Akan tetapi tidak sedemikian begitu di Indonesia yang mungkin berlangsung hanya 1 hari atau beberapa hari, atau sebagian lainnya yang memiliki kebijakan layaknya di China dalam memberikan masa cuti. 

Mitologi

Kita sebagai keturunan bangsa yang sudah hidup berabad-abad lamanya, umumnya memiliki tradisi nenek moyang yang kita junjung dan kita lestarikan disesuaikan dengan peradaban saat ini yang kemudian tidak jarang juga melupakan asal-usul asli dari tradisi tersebut atau malah bahkan tidak sekalipun peduli untuk meluangkan waktu mempertanyakannya. 

Seperti Imlek ini misalnya yang setiap tahunnya dilakukan tapi tidak peduli arahnya dari mana. 

Malam tadi, saya mengikuti acara kumpul keluarga makan-makan di restoran yang jujur saja tadi sangat ramai bahkan penuh. 

Dan kebanyakan dari pengunjung restoran mengenakan baju warna merah cerah, yang bisa dipastikan sebagian besar dari semua pengunjung malam tadi adalah Chinese. Kenapa tidak dipastikan semua pengunjung ? Karena saya bukan. 

Menjelang memasuki restoran, ada bahasan mengenai warna merah dengan istri saya yang kemudian saya pertanyakan “kenapa merah?” yang kemudian ia jawab bahwa merah itu “mungkin” warna kebahagiaan ?

Dan dalam acara jamuan tersebut juga setelah semua anggota keluarga berkumpul, muncul satu kalimat dari salah satu peserta yang mempermasalahkan warna baju yang dipakai yang intinya adalah seharusnya warna merah. Jujur saja saya pakai oblong warna hitam. 

Kenapa merah ? 

Secara nilai, warna merah “mungkin” melambangkan kebahagiaan, keberuntungan dan kemakmuran dalam tradisi Tionghoa. Namun penggunaan warna merah dalam tradisi Imlek pun tidak lepas dari adanya mitologi China terkait dengan serangan makhluk bernama “Nian” yang selalu datang menjelang tahun baru. 

Karena makhluk tersebut takut akan kebisingan dan warna merah, maka sejak saat “itu” (yang mana entah kapan) dinyalakanlah petasan dan penggunaan warna merah pada pernak-pernik perayaan Imlek. Dan dengan begitu, Nian tidak pernah lagi datang mengganggu warga. 

Dan tentu saja ini kembali ke masalah persepsi subjektif dan berkaitan hanya dengan kepercayaan tanpa perlu diperdebatkan. Dan saya sendiri sudah menyiapkan baju warna merah untuk acara keliling besok, Red Wine biar cukup kalem.

Kembali lagi, saya bukan orang tradisional, maka tidak mengambil nilai apapun dari sebuah tradisi yang penuh dengan cocokologi. Terlepas dari itu semua, ini adalah perayaan yang pantas untuk dirayakan. Seperti halnya tahun baru dan lebaran. 

Selamat Imlek 2024 !