The Butterfly Effect
Butterfly Effect - Efek Kupu-kupu pertama kali digunakan oleh Edward Norton Lorenz, seorang matematikawan asal Amerika yang merujuk pada pemikiran non-linear terhadap sebuah dampak kekacauan besar dari sebuah perubahan kecil. Rujukan pemikiran ini berasal dari kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara brasil yang bisa menyebabkan Tornado di Texas beberapa bulan kemudian.
Sebenarnya efek kupu-kupu ini sederhana sekali, yakni soal penghapusan nilai yang dianggap begitu kecil yang kemudian menjadi selisih yang begitu besar dan kacau. Pada awalnya ia meletakkan 6 digit angka dibelakang koma, dan kemudian menghapusnya hingga menyisakan 3 digit, namun kemudian hasil dari pengolahan angka tersebut menghasilkan nilai yang jauh berbeda.
Anggapan ini awalnya muncul dari pendapat bahwa kepakan sayap burung akan mengubah cuaca untuk selamanya kemudian hari, namun untuk menjadikannya lebih puitis, digantilah kepakan sayap burung menjadi kepakan sayap kupu-kupu.
Saking populernya teori ini bahkan sempat ada filmnya yang menceritakan soal perjalanan waktu melalui sebuah buku secara tidak sengaja ketika ia membaca catatan pribadinya. Lantaran kondisi saat ini tidak begitu baik, akhirnya si pemeran utama (Aston Kutcher) mencoba untuk merubah alur cerita, dan sesaat kemudian ia kembali ke masa kini dan mendapati semua hal sudah sangat jauh berbeda. Perubahan kecil alur cerita yang ia buat berdampak sangat besar bukan hanya pada dirinya, melainkan pada alur cerita semesta.
Teori yang sama juga pernah diangkat dalam film Project Almanac yang juga memiliki konsep pemikiran yang sama. 5 orang remaja yang secara tidak sengaja menemukan portal mesin waktu dari ponselnya kemudian mencoba mengubah hal-hal di masa lalu dan tanpa mereka sadari telah mengubah alur cerita kehidupan yang lebih luas.
Sekarang bayangkan jika kita mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan kita mengubah suatu alur kejadian yang menimpa kita saat berada disana. Tidak usah kita, tapi kita ambil contoh orang yang sangat berpengaruh pada dunia, misal saja Steve Jobs kembali ke masa lalu dan menyelesaikan kuliahnya dengan benar, maka ia tidak akan ketemu Woz, pemilik logic board dan Apple tidak pernah ditciptakan, Microsoft hanya perusahaan pengembang software untuk IBM dan Windows tidak akan pernah dibuat, iPhone tidak ada, bahkan Android hanya menjadi software untuk kamera, yang alhasil seluruh teknologi gadget maju saat ini mungkin tidak pernah kita lihat.
Mobil sudah tidak menapak di tanah layaknya di film The Island yang bahkan masih menggunakan ponsel Symbian dan Java yang dikembangkan Nokia dengan layar sempitnya. Instagram tidak akan pernah seseru sekarang dan alih-alih kendaraan listrik, justru muncul kendaraan dengan teknologi magnetik.
Ok, tidak perlu panik, karena apa yang kita alami sekarang sudah terjadi dan tidak akan berubah sedemikian rupa seperti di dunia film, dan waktu berjalan linear. Setidaknya di universe kita. Mungkin berbeda di Universe yang lain, jika memang ada.
Lalu apa point dari Butterfly Effect ?
Sebenarnya ini erat kaitannya dengan perhitungan matematika, kembali lagi penemunya merupakan seorang ahli matematika yang bgitu mencermati sebuah nilai kecil dengan dampak domino nya. Dan juga erat sekali dengan pola pikir kita di masa mendatang. Karena apa yang akan kita lakukan di masa sekarang sekecil apapun itu akan berdampak pada kehidupan kita di masa mendatang, bahkan bukan hanya kehidupan kita, melainkan alur cerita semesta yang begitu luas ini.
Dan dengan mengenal teori ini, kita mungkin perlu sekali untuk memperhatikan detail dari setiap nilai tindakan kita di masa kini untuk mencapai apa yang kita inginkan di masa mendatang.
Lalu bagaimana kita tau dampak yang kita timbulkan di masa mendatang jika kita tidak bisa melihat masa depan ? Estimasi dan mungkin probability.
Dan merujuk dari film Butterfly Effect, hal itu menginspirasi saya untuk menciptakan mesin waktu saya sendiri, berupa buku.
Bagaimana buku menjadi mesin waktu ?
Hal ini sama halnya dengan sebuah foto kebersamaan dalam suatu liburan. Dengan melihat foto tersebut bertahun-tahun kemudian, kita bisa sejenak kembali ke masa dimana foto itu diambil dan mendapati sensasi keseruan yang terjadi disana, berupa memori. Sama halnya dengan catatan di buku, dengan membuka kembali catatan tersebut, kita akan kembali mengenali diri kita yang lama yang rupanya berdampak pada diri kita saat ini, dengan semua pola pikir dan langkah yang kita ambil di masa lalu.
Dan bisa jadi pula, kita akan kembali di ingatkan tentang mimpi masa lalu kita yang sudah kita lupakan belakangan ini lantaran terhimpit keadaan yang tidak menyenangkan.
Dan menyenangkannya lagi adalah ketika apa yang kita catat di masa lalu, tanpa sadar sudah kita dapatkan hasilnya saat ini, sehingga dengan melihat catatan itu, kita akan berterimakasih pada diri kita yang lama dengan semua pola pikir dan tindakan yang ia ambil.
Dan semua orang besar memiliki catatannya sendiri yang kemudian menjadi kitab rujukan untuk kaum setelahnya.
Post a Comment
Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pembaca lain
Tulis Pertanyaan